Header Ads

Aghnan Pramudihasan
  • Breaking News

    AWC 2018: Pagak Ora Ndangak

    Terakhir mengunjungi tempat ini mungkin AWC 2017 bersama Mas Kir, Mas Asman dan Bionicers dimana aliran sungai tertutup tumbuhan air sehingga kita harus lebih awas dalam menelanjangi sekitar. Gubuk sebelum jembatan sesekali masih bisa menjadi tempat berlindung dikala hujan turun maupun panas menyengat yang bergantian saat itu.

    Tahun ini, saya kembali lagi ke tempat ini dengan ditemani hujan sepanjang perjalanan sampai mejadi terang setelah kami tiba di lokasi. Dari kejauhan gubuk yang saya singgahi tahun lalu terlihat berbahaya karena kayu-kayunya menghitam dan kehilangan kekuatannya.

    Belum sempat mempersiapkan peralatan pengamatan dan jas hujan masih melekat di tubuh, berbagai jenis burung bersliweran seakan menyambutku. Kowak-malam abu (Black-crowned Night Heron) dan Kokokan laut (Striated Heron) terbang dari berbagai arah. Beberapa individu Kirik-kirik laut (Blue-tailed Bee-eater) terbang dan sempat hinggap sejenak di ujung ranting yang terbuka, sayang kamera belum siap saat itu.

    Tak jauh dari tempat Kirik-kirik laut sempat bertengger, Mandar besar (Purple Swamphen) dari keluarga Rallidae alias ayam-ayaman yang suka di sekitaran air ini sedang berjemur setelah beberapa jam yang lalu hujan memaksanya bersembunyi. Di seberang jembatan, Bubut jawa (Sunda Coucal) juga sedang berjemur dengan santainya tanpa memperdulikan kami yang sedari tadi membidiknya.

    Dua ekor itik yang sebenarnya hanya siluet terbang ke arah timur, tetapi masih bisa teridentifikasi berkat kepalanya yang sedikit benjol, Itik benjut (Sunda Teal) seperti namanya. Di kabel yang mengarah ke tambak, burung-burung seperti Layang-layang asia (Barn Swallow), Layang-layang batu (Pacific Swallow), Perenjak padi (Plain Prinia), Perenjak Rawa (Yellow-bellied Prinia) dan Rajaudang biru (Cerulean Kingfisher).

    Asyik mengamati lupa dengan rombongan sebelah yang berada di lokasi berbeda. Mereka sebenarnya hanya berada di timur kami, di jembatan yang berbeda dari aliran sungai yang sama. Satu tas berisi 4 binokuler, satu tas berisi 2 binokuler dan monokuler berada di sini, mereka hanya membawa tripod (tertawa jahat).

    Saya pun berinisiatif mendelegasikan 3 binokuler dan sekantong roti untuk ditukar dengan tripod agar semua senang. Sampai di sana, mereka sudah tersebar. Mas Imam yang berhasil bangun pagi dan membonceng Wicak menuju tempat ini sedang sibuk mengarahkan kameranya. Gerombolan cewek-cewek sedang mencoba mengamati tanpa binokuler pun langsung berebut binokuler yang saya bawa. Beda dengan Bodrex yang lebih memilih mengambil kantong plastik putih berisi roti. Tripod di tangan Tharik, dia “nlusup” ke sawah-sawah lumayan jauh, “Apa fungsinya tripod untuk pengamatan jika tidak membawa kamera atau monokuler sampai ‘nyeblok-nyeblok’ di sawah seperti itu. Kenapa tidak ditinggal di dekat motor saja. Kamu terlalu amanah menjaga tripod itu, nak”, pikirku.

    Kembali ke rombongan pertama, mereka ternyata sudah bersiap berpindah menyusul ke rombongan kedua. “Ngerti ngono rasah balik nyangking tripod cah!” Hanya sebentar bergabung dengan rombongan kedua, kami memutuskan pindah ke arah timur lagi, menyusul teman-teman dari Mapala Sulfur Universitas Tidar dan Bogowonto Indonesia Adventure Purworejo yang sudah berada di sana.

    Bondol oto-hitam (White-capped Munia) sedang mendahului petani memanen padi-padi. Bambangan kuning (Yellow Bittern), Bambangan merah (Cinnamon Bittern), Tikusan merah (Ruddy-breasted Crake), Tikusan alis-putih (White-browed Crake) dan Kareo padi (White-breasted Waterhen) cukup mudah dijumpai. Saya tidak perlu terlalu masuk di hutan mangrove bersama rombongan karena cuaca saat itu sedang mendung, tidak seperti tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya yang panasnya menyengat. Tidak perlu ndangak.

    Jam hampir mendekati pukul 12:00 WIB tetapi cuaca masih mendung bahkan cenderung akan hujan. Sesi diskusi pun dimulai, sedikit berbeda dengan sesi diskusi sebelum-sebelumnya, mereka para calon anggota diharuskan untuk mengetahui family burung yang akan dideskripsikan terlebih dahulu. Cara ini cukup efektif untuk membantu mengidentifikasi burung-burung yang kelak akan mereka jumpai ketika melakukan pengamatan sendiri, minimal bisa berkata “sejenis kuntul-kuntulan (ardeidae), koyo pitikan (rallidae), dsb”. Saya sendiri sedikit lebih hafal karena sering menuliskan jenis ini family ini berulang-ulang saat menjadi Bidang Operasional Bionic dulu. Jadi harap maklum.

    AWC tahun ini lebih ramai daripada tahun sebelumnya, 22 orang Bionicers, 1 orang BIA Purworejo, 4 orang Mapala Sulfur dan 2 orang Biolaska. Tercatat 36 jenis burung, dimana 15 jenis diantaranya termasuk burung air. Masih ada waktu untuk AWC selanjutnya, hari esok, minggu esok dan semoga tahun berikutnya juga.

    No comments

    Terima kasih sudah berkunjung.
    Tinggalkan komentar Anda dan kami akan mengunjungi halaman Anda.