Header Ads

Aghnan Pramudihasan
  • Breaking News

    Momoye

    The Aghnanisme - Kisah Momoye (Mardiyem)
    Selamat malam Sahabat The Aghnanisme. Dia teringat akan cerita dari seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesianya. Gurunya bercerita tentang seorang Jugun ianfu akibat penjahan di zaman Jepang dahulu. Untuk lebih jelasnya, dia pun mencari artikel tentang seorang Momeye. Berikut beberapa potongan cerita yang dia dapatkan.

    Tiada yang menyangka, penderitaan lahir dan batin harus ditanggung oleh perempuan renta ini. Dulu, ia bercita-cita menjadi pemain sandiwara, tapi kemudian pupus oleh tipu daya Jepang. Ia pun harus rela dijadikan Jugun ianfu, pemuas nafsu birahi serdadu Jepang. Benar-benar menyakitkan!

    Daerah yang terkenal dengan bakpianya, Pathuk. Tempat ini merupakan tempat di mana Momoye tinggal. Di sebuah gang di sudut kota Yogyakarta. Tak ada yang mengenalnya meskipun dia pernah menjadi seorang abdi dalem. Dia bernama Mardiyem. Usianya sudah 80an saat ini.

    Setiap malam tiba, penderitaan selama menjadi Momoye selalu terbayang. Air matanya pun menetes. Semua kenangan sedih itu terurai kembali.

    Di rumahnya yang mungil, dia merawat bunga-bunga kertas (baca: Momeye, dalam bahasa Jepang) yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Karena itulah para Serdadu Jepang memanggilnya Momeye dan menjadikannya seorang jugun ianfu (baca: pelacur).

    Sejarah kelam perempuan Indonesia yang dialami ribuan anak perempuan itu, tak sedikitpun tertulis dalam buku sejarah. Jugun ianfu dianggap aib oleh negara. 

    Eka Hindarti, penulis muda dan Koichi Kimura, seorang Jepang menulis kisah Mardiyem dalam sebuah buku yang berjudul 'MoMoYe' yang akhirnya diterbitkan oleh Erlangga.

    Kini, tahun-tahun pilu itu sudah 65 tahun berlalu. Mardiyem sudah renta. Saat ini perempuan tua yang sangat tegar ini hanya menggantungkan hidup dari uang pensiun suaminya, Rp 500.000 sebulan. Sesekali dia menerima belas kasih orang lain. Menurutnya, pengorbanannya di masa lalu, tidak akan terbayarkan dengan kompensasi sebesar apapun. “Saya hanya ingin hidup layak dan tenang”, ungkap pejuang yang terlupakan ini.

    2 comments:

    1. halo peh..
      sekedar mau komen dikit
      sebaiknya isi buku yg diterbitkan erlangga tentang momoye, di tambahkan ke dalam postingmu
      biar tambah seru dan tambah banyak isi postingmu..
      hehehheehe..
      :D

      ReplyDelete
      Replies
      1. Iya, terima kasih.
        Berhubung kami hanya me-review jadi kami hanya mengambil beberapa potongan cerita.
        Terima kasih sudah berkunjung. 8-)

        Delete

    Terima kasih sudah berkunjung.
    Tinggalkan komentar Anda dan kami akan mengunjungi halaman Anda.