Burung di Balik Operasi Polip Hidung
Pertama-tama, alhamdulillah saya masih diberi kesehatan meskipun harus berbaring di tempat tidur rumah sakit. Makan dengan tangan kiri (baca infus).
Bantul, 12 Mei 2014
Dari jendela kaca rumah sakit ini saya bisa melihat beberapa burung beterbangan dan hinggap di dahan pohpn di seberang jalan raya. Terlihat beberapa bondol jawa dan burung gereja turun di tanah dan terbang ketika kendaraan lewat. Di dahan pohon, burung bngau sering transit di sana untuk beberapa saat.
hinggap di dahan pohpn di seberang jalan raya. Terlihat beberapa bondol jawa dan burung gereja turun di tanah dan terbang ketika kendaraan lewat. Di dahan pohon, burung bangau sering transit di sana untuk beberapa saat dan hinggap di dahan pohon di seberang jalan raya. Terlihat beberapa bondol jawa dan burung gereja turun di tanah dan terbang ketika kendaraan lewat. Di dahan pohon, burung bangau sering transit di sana untuk beberapa saat. Mereka terlihat bebas tanpa ikatan apapun di kaki maupun sayapnya.
...
Senin pagi sekitar jam 10:00 perawat menyuruhku berganti pakaian dengan menggunakan pakaian operasi. Sebuah kursi roda sudah dipersiapkan di luar. Melewati beberapa kamar dan berhenti sejenak di depan pintu bertuliskan ruang operasi di atasnya. Pintu dibuka. Dingin.
Setelah turun dari kursi roda, aku harus berbaring di ranjang pasien dan harus menunggu beberapa menit lamanya karena dokter yang menangani operasi ini masih di RS yang lain. Namun, beberapa suster atau asisten dokter mengajak aku mengobrol sambil menunggu sang dokter.
Beberappa menit kemudian saya didorong masuk ke sebuah ruangan cukup luas. Masih dingin. Lalu didorong lagi masuk ke ruang yang lebih sempit dengan beberapa peralatan yang saya belum begitu paham fungsinya. Di sini lebih dingin dari yang sebelumnya, badan saya sempat menggigil.
Asisten dokter memasangkan alat seperti tensimeter tetapi dihubungkan dengan alat lain yang menunjukan angka digital. Sang dokter datang mendekat lalu berkata "Sudah siap?", saya hanya mengangguk. Lalu seseorang dari sisi kiri mendekat setelah itu tangan kiri saya mulai dingin.. sangat dingin.. mata saya mulai berat. Dan, setelah itu gelap.
...
Terdengar suara langkah kaki ke sana kemari, saya mencoba membuka mata. Masih terasa sedikit berat. Suster datang mendekat dan melihatku beberapa saat lalu berkata, "Sudah selesai mas, sekarang saya dorong keluar.". "Ya", hanya itu kata yang keluar dari mulutku, lalu aku tertidur kembali.
Sampai di kamar pasienku lagi, aku bangun dan pindah ke ranjang pasien. Baju operasi bagian atas penuh darah. Hidung kiriku terasa lebih besar dan terisi sesuatu yang sangat keras. Lubang hidung kiri masih tertutup. Aku melihat ke arah meja. Sebuah toples kecil berbentuk tabung ukuran sekitar 5cm tingginya dan 3cm diameternya dan terdapat seperti daging berwarna putih berbentuk telur di dalamnya. Oh, itu yang menyumbat hidung kiriku beberapa bulan ini. Dia sudah keluar. Aku kembali tertidur.
...
Lidah dan tenggorokan terasa pahit, sangat pahit. Aku ingin minum sesuatu, namun dokter melarangku dan menanyakan apakah saya sudah kentut. Ya, sudah. Lalu dokter membiarkanku meminim beberapa tetes air teh. Lumayan bisa menghilangkan rasa pahit di tenggorokan namun terasa ada gesekan benda aneh di dalam tenggorokan saat saya mencoba menelan. Itu wajar, kata dokter. Itu ujung kasa yang disumbatkan di dalam hidungku agar darah dan cairan bekas operasi tidak langsung turun ke tenggorokan. Pantas saja hidung kiriku membesar dan tenggorokanku terasa ada ujung persegi menggesek saat saya mencoba menelan. Ternyata ini karena si kasa.
Makan menjadi agak sulit, bukan karena tidak suka rasanya. Meskipun pahit di lidah, saya masih bisa mentolerirnya meskipun itu obat. Namun, rasa sakit saat menelan itu yang membuatku malas untuk makan maupun sesuatu. Bayangkan saja, saat menelan ludah, kerongkongan akan tergesek sesuatu. Pernah kemasukan duri ikan lalu nyangkut di situ? Ini hampir sama.
Lama kelamaan, si kasa semakin tertelan ke dalam. Mungkin sepanjang kelingking dari daguku. Bahkan saat batuk sedikit, kasa ini akan naik dan menempel di pangkal lidah. Rasanya pahit sekali, membuat saya mual. Ingin saya ambil tetapi tidak mungkin bisa. Terpaksa harus saya telan lagi namun bukan ditelan sampai masuk lambung. Ditelan tetapi masih menggantung. Ini sangat menyiksa.
...
Dua hari saya melalui masa-masa kasa menggantung di kerongkongan.
Teman-teman datang menjenguk. Sang dokter datang lalu berkata, "Wis tak longane, gek bali. Sesuk setu kontrol" (Sudah sini saya kurangi, lalu pulang. Besok Sabtu kontrol). Saya masih belum mengerti maksudnya. Lalu sang dokter mengambil pinset, membuka penutup hidungku lalu mengambil ujung kasa yang berada di luar. Setelah itu dia menariknya. Sekitar satu jengkal kasa itu ditarik lalu dipotong, ditarik lagi sepanjang satu jengakal lalu dipotong lagi, ditarik lagi satu jengkal lalu dipotong. Terasa lumayan sakit di hidungku ketika kasa panjang yang menyumbat dan membuat hidung kiriku membesar itu ditarik. Warna kasa itu putih, ada semacam lendir atau ingus, dan darah berwarrna merah.
Sekarang lumayan lega. Namun kasa yang menggantung di kerongkongan masih saya rasakan. "Sisanya besok diambil saat kontrol". What?! Saya harus menjalani ini beberapa hari lagi. Hari demi hari saya lalui sampai si kasa sudah turun maksimal mungkin tetapi masih menggantung. Jadi, ketika saya mencoba menelan ludah, kasa akan tertarik ke bawah dan tarikan ini akan menarik sumbatan di dalam hidung kiriku. Ini sangat-sangat sakit. Saya mulai tidak mau makan maupun minum dan mengurangi frekuensi menelan ludah.
Hari kontrol tiba. Saya sudah mengantri sekitar satu jam, namun karena ada persyaratan kelengkapan data yang kurang saya tidak jadi kontrol dan harus kembali ke rumah meskipun Bapak menyuruhku untuk menunggu sebentar. Jika saya duduk terlalu lama, cairan di hidung kiri akan keluar dan menetes. Cairan ini bercampur darah dan terasa lengket. Jadi saya memutuskan untuk pulang.
Malam minggu, saya sudah tidak kuat lagi dan hampir menyesal kenapa harus dioperasi jika efeknya saya harus meninggalkan kuliah dan kegiatannya selama satu minggu dan beberapa tugas yang seharusnya dikumpulkan. Ya, penyesalan selalu di akhir. Tetapi, setiap cobaan pasti ada jalan keluarnya.
Dokter yang menangani saya ditelrpon dan minta untuk melepas atau mengambil si kasa. Sang dokter mengatakn besok minggu sore datang saja ke rumahnya. Huh, masih beberapa jam lagi saya harus menahan ini.
Setelah ashar, kami berangkat ke rumah sang dokter. Menunggu beberapa saat, sang dokter juga baru tiba di rumahnya. Kami dipersilahkan masuk ke ruang prakteknya dan si kasa pun mulai diambil. Satu jengkal diambil lalu dipotong, sampai tiga kali. Di dalam kerongkonganku terasa ada perasan air teh, obat, dan bubur yang menetes. Rasanya aneh dan membuat mual. Di kasa terakhir, ujung kasa terasa menggesek kerongkongan dan hidungku lalu menghilang seiring keluarnya si ujung kasa dari hidung kiriku.
Kasa-kasa itu berwarna lebih pekat dari yang diambil saat di RS. Sang dokter lalu mengambil semacam penyedot dengan ujung sangat kecil lalu dimasukkan ke lubang hidungku. Seperti vacum cleaner, suaranya seperti kita minum sisa air jeruk di gelas dengan sedotan.
Alhamdulillah, hidung kiriku bisa merasakan aliran udara yang masuk melewati rambut halus di dalamya. Saya bisa mencium bau obat-obatan dengan jelas. Dan, yang jelas saya bisa menelan ludah dan memasukkan minuman maupun makan melewati kerongkongan dengan leluasa tanpa si kasa yang menggangu.
Alhamdulillah. Terimakasih keluarga, teman-teman, dan semuanya untuk doanya.
Salam kasa,
@Aghnanisme
7de98cf2
Bantul, 12 Mei 2014
Dari jendela kaca rumah sakit ini saya bisa melihat beberapa burung beterbangan dan hinggap di dahan pohpn di seberang jalan raya. Terlihat beberapa bondol jawa dan burung gereja turun di tanah dan terbang ketika kendaraan lewat. Di dahan pohon, burung bngau sering transit di sana untuk beberapa saat.
hinggap di dahan pohpn di seberang jalan raya. Terlihat beberapa bondol jawa dan burung gereja turun di tanah dan terbang ketika kendaraan lewat. Di dahan pohon, burung bangau sering transit di sana untuk beberapa saat dan hinggap di dahan pohon di seberang jalan raya. Terlihat beberapa bondol jawa dan burung gereja turun di tanah dan terbang ketika kendaraan lewat. Di dahan pohon, burung bangau sering transit di sana untuk beberapa saat. Mereka terlihat bebas tanpa ikatan apapun di kaki maupun sayapnya.
...
Senin pagi sekitar jam 10:00 perawat menyuruhku berganti pakaian dengan menggunakan pakaian operasi. Sebuah kursi roda sudah dipersiapkan di luar. Melewati beberapa kamar dan berhenti sejenak di depan pintu bertuliskan ruang operasi di atasnya. Pintu dibuka. Dingin.
Setelah turun dari kursi roda, aku harus berbaring di ranjang pasien dan harus menunggu beberapa menit lamanya karena dokter yang menangani operasi ini masih di RS yang lain. Namun, beberapa suster atau asisten dokter mengajak aku mengobrol sambil menunggu sang dokter.
Beberappa menit kemudian saya didorong masuk ke sebuah ruangan cukup luas. Masih dingin. Lalu didorong lagi masuk ke ruang yang lebih sempit dengan beberapa peralatan yang saya belum begitu paham fungsinya. Di sini lebih dingin dari yang sebelumnya, badan saya sempat menggigil.
Asisten dokter memasangkan alat seperti tensimeter tetapi dihubungkan dengan alat lain yang menunjukan angka digital. Sang dokter datang mendekat lalu berkata "Sudah siap?", saya hanya mengangguk. Lalu seseorang dari sisi kiri mendekat setelah itu tangan kiri saya mulai dingin.. sangat dingin.. mata saya mulai berat. Dan, setelah itu gelap.
...
Terdengar suara langkah kaki ke sana kemari, saya mencoba membuka mata. Masih terasa sedikit berat. Suster datang mendekat dan melihatku beberapa saat lalu berkata, "Sudah selesai mas, sekarang saya dorong keluar.". "Ya", hanya itu kata yang keluar dari mulutku, lalu aku tertidur kembali.
Sampai di kamar pasienku lagi, aku bangun dan pindah ke ranjang pasien. Baju operasi bagian atas penuh darah. Hidung kiriku terasa lebih besar dan terisi sesuatu yang sangat keras. Lubang hidung kiri masih tertutup. Aku melihat ke arah meja. Sebuah toples kecil berbentuk tabung ukuran sekitar 5cm tingginya dan 3cm diameternya dan terdapat seperti daging berwarna putih berbentuk telur di dalamnya. Oh, itu yang menyumbat hidung kiriku beberapa bulan ini. Dia sudah keluar. Aku kembali tertidur.
...
Lidah dan tenggorokan terasa pahit, sangat pahit. Aku ingin minum sesuatu, namun dokter melarangku dan menanyakan apakah saya sudah kentut. Ya, sudah. Lalu dokter membiarkanku meminim beberapa tetes air teh. Lumayan bisa menghilangkan rasa pahit di tenggorokan namun terasa ada gesekan benda aneh di dalam tenggorokan saat saya mencoba menelan. Itu wajar, kata dokter. Itu ujung kasa yang disumbatkan di dalam hidungku agar darah dan cairan bekas operasi tidak langsung turun ke tenggorokan. Pantas saja hidung kiriku membesar dan tenggorokanku terasa ada ujung persegi menggesek saat saya mencoba menelan. Ternyata ini karena si kasa.
Makan menjadi agak sulit, bukan karena tidak suka rasanya. Meskipun pahit di lidah, saya masih bisa mentolerirnya meskipun itu obat. Namun, rasa sakit saat menelan itu yang membuatku malas untuk makan maupun sesuatu. Bayangkan saja, saat menelan ludah, kerongkongan akan tergesek sesuatu. Pernah kemasukan duri ikan lalu nyangkut di situ? Ini hampir sama.
Lama kelamaan, si kasa semakin tertelan ke dalam. Mungkin sepanjang kelingking dari daguku. Bahkan saat batuk sedikit, kasa ini akan naik dan menempel di pangkal lidah. Rasanya pahit sekali, membuat saya mual. Ingin saya ambil tetapi tidak mungkin bisa. Terpaksa harus saya telan lagi namun bukan ditelan sampai masuk lambung. Ditelan tetapi masih menggantung. Ini sangat menyiksa.
...
Dua hari saya melalui masa-masa kasa menggantung di kerongkongan.
Teman-teman datang menjenguk. Sang dokter datang lalu berkata, "Wis tak longane, gek bali. Sesuk setu kontrol" (Sudah sini saya kurangi, lalu pulang. Besok Sabtu kontrol). Saya masih belum mengerti maksudnya. Lalu sang dokter mengambil pinset, membuka penutup hidungku lalu mengambil ujung kasa yang berada di luar. Setelah itu dia menariknya. Sekitar satu jengkal kasa itu ditarik lalu dipotong, ditarik lagi sepanjang satu jengakal lalu dipotong lagi, ditarik lagi satu jengkal lalu dipotong. Terasa lumayan sakit di hidungku ketika kasa panjang yang menyumbat dan membuat hidung kiriku membesar itu ditarik. Warna kasa itu putih, ada semacam lendir atau ingus, dan darah berwarrna merah.
Sekarang lumayan lega. Namun kasa yang menggantung di kerongkongan masih saya rasakan. "Sisanya besok diambil saat kontrol". What?! Saya harus menjalani ini beberapa hari lagi. Hari demi hari saya lalui sampai si kasa sudah turun maksimal mungkin tetapi masih menggantung. Jadi, ketika saya mencoba menelan ludah, kasa akan tertarik ke bawah dan tarikan ini akan menarik sumbatan di dalam hidung kiriku. Ini sangat-sangat sakit. Saya mulai tidak mau makan maupun minum dan mengurangi frekuensi menelan ludah.
Hari kontrol tiba. Saya sudah mengantri sekitar satu jam, namun karena ada persyaratan kelengkapan data yang kurang saya tidak jadi kontrol dan harus kembali ke rumah meskipun Bapak menyuruhku untuk menunggu sebentar. Jika saya duduk terlalu lama, cairan di hidung kiri akan keluar dan menetes. Cairan ini bercampur darah dan terasa lengket. Jadi saya memutuskan untuk pulang.
Malam minggu, saya sudah tidak kuat lagi dan hampir menyesal kenapa harus dioperasi jika efeknya saya harus meninggalkan kuliah dan kegiatannya selama satu minggu dan beberapa tugas yang seharusnya dikumpulkan. Ya, penyesalan selalu di akhir. Tetapi, setiap cobaan pasti ada jalan keluarnya.
Dokter yang menangani saya ditelrpon dan minta untuk melepas atau mengambil si kasa. Sang dokter mengatakn besok minggu sore datang saja ke rumahnya. Huh, masih beberapa jam lagi saya harus menahan ini.
Setelah ashar, kami berangkat ke rumah sang dokter. Menunggu beberapa saat, sang dokter juga baru tiba di rumahnya. Kami dipersilahkan masuk ke ruang prakteknya dan si kasa pun mulai diambil. Satu jengkal diambil lalu dipotong, sampai tiga kali. Di dalam kerongkonganku terasa ada perasan air teh, obat, dan bubur yang menetes. Rasanya aneh dan membuat mual. Di kasa terakhir, ujung kasa terasa menggesek kerongkongan dan hidungku lalu menghilang seiring keluarnya si ujung kasa dari hidung kiriku.
Kasa-kasa itu berwarna lebih pekat dari yang diambil saat di RS. Sang dokter lalu mengambil semacam penyedot dengan ujung sangat kecil lalu dimasukkan ke lubang hidungku. Seperti vacum cleaner, suaranya seperti kita minum sisa air jeruk di gelas dengan sedotan.
Alhamdulillah, hidung kiriku bisa merasakan aliran udara yang masuk melewati rambut halus di dalamya. Saya bisa mencium bau obat-obatan dengan jelas. Dan, yang jelas saya bisa menelan ludah dan memasukkan minuman maupun makan melewati kerongkongan dengan leluasa tanpa si kasa yang menggangu.
Alhamdulillah. Terimakasih keluarga, teman-teman, dan semuanya untuk doanya.
Salam kasa,
@Aghnanisme
7de98cf2
Apakah setelah anda sadar dari masa tidur selama operasi hidung akan terasa sakit sekali????
ReplyDeleteSakit sih tidak, hanya sedikit mengganggu saat menelan ludah
Delete