Ekspedisi Pulau Bawean Part 3: Populasi dan Pola Persebaran Spilornis Baweanus di Pulau Bawean
Aghnan Pramudihasan, Ahmad Saiful Abid, Ratih Sukmaresi, Gahar Ajeng Prawesthi, Katon Wakito Aji, Bima Gana Pradana, R. Arif Alfauzi, Ariani Anugrah Putri, Panji F., Hening Triandhika.
Organisasi: Kelompok Pengamat Burung BIONIC Universitas Negeri Yogyakarta
Pendahuluan
Burung Spilornis baweanus adalah subspesies dari Spilornis cheela yang terdiri dari 12 subspesies berbeda dan dapat ditemukan di sepanjang daerah Indomalayan1. Di Indonesia, selain subspesies Spilornis cheela baweanus terdapat tiga subspesies lain yaitu S. cheela bido dari Jawa dan Bali, S. cheela malayensis dari Sumatera Utara dan S. cheela pallidius dari Kalimantan2. Namun, Nijman (2006) menyatakan burung ini sebagai spesies tersendiri karena terisolasi oleh habitat (dalam pulau yang terisolasi) sehingga dapat disebut Spilornis baweanus3.
Spilornis baweanus memiliki ukuran sedang dengan panjang 50 cm, lebih kecil daripada Spilornis cheela2. Kepala S. baweanus berwarna coklat sampai kehitaman dengan sedikit bercak warna putih di tengkuknya, dada berwarna coklat kehitaman dengan bintik putih mulai dari sayap dan dada sampai tungging (Foto 1 dan 2). Pada saat terbang terlihat kombinasi garis hitam-putih di ujung sayap dan ujung ekor. Ujung sayap pada saat terbang melengkung ke atas seperti huruf V (Foto 3).
Penelitian tentang S. baweanus sebelumnya dilakukan oleh Nijman pada tahun 2006 memperkirakan terdapat 60-75 pasang S. baweanus di Pulau Bawean. Dilanjutkan penelitian Mark Rademaker, dkk. yang sebenarnya tidak fokus ke S. baweanus namun berhasil mendokumentasikan beberapa foto S. baweanus dewasa dan anakan dalam posisi bertengger maupun terbang. Pengamatan yang dilakukan sebanyak 43 kali berhasil menjumpai S. baweanus sebanyak 67 individu dewasa dan 5 individu anakan.
Penelitian mengenai studi populasi dan pola persebaran burung Spilornis baweanus di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Bawean (SM) bertujuan untuk mengetahui ukuran dan persebaran populasi Spilornis baweanus secara pasti di Pulau Bawean yang menjadi data populasi spesies yang up to date untuk dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya dan agar dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam konservasi burung serta habitatnya.
Metode Pengambilan Data Spilornis baweanus di Pulau Bawean
Pengambilan data dilakukan dengan tiga tahap metode. Pertama, survei langsung ke lokasi di seluruh Suaka Margasatwa Pulau Bawean untuk menentukan beberapa titik (plot) yang kemungkinan dapat mewakili seluruh kawasan dan cocok sebagai tempat hidup Spilornis baweanus. Kedua, dilakukan observasi langsung terhadap plot yang sudah ditentukan. Observasi langsung juga dilakukan dengan metode interview penduduk sekitar dan pihak Suaka Margasatwa Pulau Bawean tentang keberadaan Spilornis baweanus. Ketiga, hasil penelitian ditarik kesimpulan dengan metode statistika kuantitatif untuk menentukan jumlah individu yang ada sehingga pola persebaran Spilornis baweanus di Pulau Bawean.
Pengambilan data S. baweanus dimulai pada tanggal 30 April sampai dengan 7 Mei 2015. Alat yang digunakan antara lain binokuler dan monokuler untuk membantu melihat S. baweanus dengan jelas, kompas untuk menentukan arah dan sudut perjumpaan, GPS untuk menentukan titik koordinat pengamat dan titik koordinat, dan juga kamera untuk dokumentasi.
Hasil Perjumpaan S. baweanus di Pulau Bawean
Dari total pengamatan selama 8 hari dengan 4 sampai 5 titik dalam setiap harinya dalam waktu yang bersamaan sehingga menghindari perhitungan ganda ditemukan total sebanyak 58 individu. Lokasi-lokasi yang digunakan untuk titik pengamatan adalah hutan primer, hutan jati, sawah dan mangrove. Dari keempat lokasi tersebut, rata-rata perjumpaan terbanyak berada di sekitar hutan primer. Hal ini dikarenakan hutan primer kemungkinan digunakan S. baweanus bersarang sedangkan sekitar hutan primer seperti hutan jati, sawah, dan mangrove digunakan sebagai tempat mencari makan.
Dari jumlah 58 individu S. bawenus yang teramati, rata-rata ditemukan 70% bertengger atau terbang sendiri, 25% berpasangan, dan 5% berkelompok sebanyak tiga ekor. Dalam beberapa kali perjumpaan dengan S. baweanus, burung ini kerap menggunakan pohon jati dan pohon kelapa untuk bertengger. S. baweanus juga sempat teramati bertengger di pohon kelapa sambil mengintai mangsa yang kemungkinan seekor kadal atau tikus yang berada di sawah dengan tanaman kacang.
Berdasarkan hasil interview dengan warga sekitar tentang S. baweanus, banyak responden yang menyatakan bahwa S. baweanus kerap muncul sebelum hujan dan juga setelah hujan. Burung ini digunakan warga sebagai pertanda akan datangnya hujan. Beberapa warga juga menyatakan bahwa S. baweanus atau sering disebut Kalokoy oleh warga sering memangsa ayam sehingga dianggap merugikan. Beruntungnya, tidak ada perburuan yang dilakukan.
Peta persebaran S. baweanus di Pulau Bawean dibuat dengan cara memasukkan titik-titik kordinat perjumpaan dan mengolahnya di aplikasi komputer. Dari hasil tersebut terlihat bahwa S. baweanus lebih terpusat di sekitar hutan primer (Gambar 1 dan 2).
Dalam pengambilan data, beberapa kendala yang dialami adalah transportasi, akses jalan, dan cuaca. Transportasi atau kendaraan yang terbatas membuat penempatan titik sedikt terkendala. Akses jalan terutama jalur tengah cukup curam, sempit, dan licin. Hal ini membuat peneliti beberapa kali harus terhenti. Cuaca dalam pengambilan data kali ini sangat berpengaruh karena dalam beberapa hari cuaca mendung dan hujan. Cuaca yang mendung atau hujan ini membuat burung Spilornis baweanus tidak keluar karena sama seperti elang pada umumnya, burung Spilornis baweanus mengandalkan panas bumi dari bawah untuk terbang berputar (soaring) lalu meluncur (gliding) untuk mencari mangsa. Perilaku seperti ini sangat umum dijumpai pada burung jenis elang karena dengan menggunakan cara terbang soaring-gliding elang tidak perlu mengepakkan sayapnya sehingga menghemat tenaga. Selain itu, kecepatan angin juga berpengaruh terhadap perjumpaan burung Spilornis baweanus karena pada saat cuaca panas namun angin sangat kencang, burung tidak banyak yang tidak muncul untuk terbang soaring.
Refrensi
1.
Ferguson-Lees,
J. & Christie, D. A. (2001). Raptors
of the world. London: Christopher Helm.
2.
MacKinnon,
J. & Phillips, K. (2014). A field
guide to the birds of Borneo, Sumatra, Java and Bali. Oxford University
Press, Oxford, UK.
3.
Nijman,
V. (2006). The endemic Bawean Serpent-eagle Spilornis baweanus: habitat use,
abundance and conservation. Bird
Conservation International, vol.16, issue 2, p 131-143.
4.
Rademaker,
Mark, Simen Blokland, Shafia Zahra, Johana Rode-Margono. 2014. Pengamatan Burung Elang Endemik Bawean
(Spilornis cheela baweanus). Bawean Endemik Konservasi Inisiatif.
No comments
Terima kasih sudah berkunjung.
Tinggalkan komentar Anda dan kami akan mengunjungi halaman Anda.